Penulis: Al-Ustâdz Abû ‘Abdillâh Muhammad Yahyâ
Dahulu, kaum jahiliyah sangat merendahkan dan
menghina kaum perempuan. Diantara perbuatan mereka adalah mengubur anak
perempuan hidup-hidup. Allah telah mencela mereka karena perbuatan
biadab tersebut, Allah berfirman:
يَتَوَارَى مِن الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ (النحل: ٥٩)
Artinya: Ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. An-Nahl: 59.
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. An-Nahl: 59.
Nabi shallallahu `alaihi wasallam pernah shalat mengimami jamaah dengan menggendong Umamah putri Zainab bintu Rasulillah shallallahu `alaihi wasallam
untuk mengajari manusia bahwa perbuatan seperti ini dibolehkan di dalam
shalat jika diperlukan dan untuk melunakan watak keras jahiliyah yang
dibangun diatas kesombongan dan kecongkakan. Sebab bangsa Arab saat itu
kasar terhadap anak wanita bahkan mereka menguburnya hidup-hidup.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ : أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ
رَسُوْلِ اللهِ ، وَلأَبِي العَاصِ بنِ الرَّبِيْعِ بنِ عَبْدِ شَمْسٍ,
فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا، وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا([۱]
Dari Abu Qatadah Al Anshari radhiallahu ‘anhu bahwa Rasululah shallallahu `alaihi wasallam pernah shalat sambil menggendong Umamah, putri Zainab bintu Rasulillah shallallahu `alaihi wasallam dan Abul Ash bin Rabi’ bin Abdu Syams. Jika sujud, beliau meletakkannya dan jika berdiri, beliau menggendongnya.
Maka celaka dan celaka bagi orang yang menanggap bahwa syariat Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam sewenang-wenang terhadap hak wanita, padahal diantara mereka ada yang mengaku muslim.
Seandainya masih ada orang yang memberikan pemahaman
kepada mereka bahwa agama yang benar, adil dan menjaga kemaslahatan dan
hak-hak individu adalah Islam. Dan apa yang mereka ucapkan, lihat dan
dengar dari ajaran Timur dan Barat adalah berasal dari akal yang sakit,
hati yang terbalik dan pandangan yang menyimpang. Tiada pengendalinya
selain hawa nafsu dan setan.
Syaikhuna Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhahullah berkata:
Islam datang menabur ke dalam hati-hati pemeluknya
dengan benih-benih cinta dan kasih sayang terhadap anak-anak perempuan
serta menjanjikan kebaikan atas semua itu.
Ahmad dan Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir secara marfu’:
((مَنْ كَانَ لَهُ ثَلاَثُ بَنَاتٍ فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ
وَأَطْعَمَهُنَّ وَسَقَاهُنَّ وَكَسَاهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ، كُنَّ لَهُ
حِجَاباً مِنَ النَّارِ يَوْمَ القِيَامَةِ))(۲)
Artinya: “Barangsiapa memiliki tiga anak
perempuan, kemudian bersabar terhadap mereka, memenuhi kebutuhan makan,
minum, pakaian mereka dari jerih keringatnya, maka ketiganya akan
menjadi tameng baginya dari api neraka.”
Kemudian yang wajib bagi para wali adalah berakhlak
dengan adab-adab Islam dan mendidik anak-anak perempuannya dengan adab
Islam, agar mereka menjadi anggota masyarakat yang shalihah.
Pembinaan dan pendidikan ini tidak kurang kewajibannya dari kewajiban
memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal yang menjadi kewajiban setiap
wali terhadap yang menjadi tanggungjawabnya. Maksudnya, pembinaan
tersebut harus berupa bekal ilmu agama.
Adapun mengejar gelar tinggi untuk mencapai karir dan
tidak menikah dan (atau) enggan mendapatkan anak dan tidak melaksanakan
pekerjaan rumah yang menjadi keharusannya untuk tetap di dalamnya -agar
dia menjadi tempat berlabuh bagi suaminya dan menjadi pendidik
anak-anaknya-, maka yang demikian ini tidak terpuji. Sebab dia telah
meninggalkan tugas islami yang karenanya perempuan itu diciptakan.
Dalam hal ini terdapat beberapa peringatan.
Peringatan pertama: Sesungguhnya
yang demikian itu (termasuk) meninggalkan tugas dasar yang karenanya
wanita itu diciptakan dan dipersiapkan. Yaitu menjadi tempat berlabuh
sang suami yang menambatkan hati kepadanya dan dia menambatkan hati
kepada sang suami. Allah Ta’ala berfirman:
وَمِن آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِن أَنْفُسِكُمْ
أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الروم :۲۱)
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian
sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir. Ar-Rum: 21.
Sesungguhnya ayat ini adalah bukti terbesar yang
menunjukkan bahwa seorang lelaki tidak akan lurus keadaannya dan tidak
merasakan indahnya kehidupan melainkan dengan kehidupan rumah tangga
yang mulia, demikian pula wanita.
Peringatan kedua: Enggan mendapatkan
anak dan keturunan. Keturunan adalah anak-anak, dimana kehidupan rumah
tangga tidak terasa indah melainkan dengan keberadaan mereka. Dan Nabi shallallahu `alaihi wasallam telah bersabda:
((تَزَوَّجُوا الوَدُوْدَ الوَلُوْدَ, فَإِنِّي مُكَاثِرُ بِكُمُ الأُمَمَ))
Artinya: “Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, sesungguhnya saya bangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat.”
Perempuan, bagaimana-pun gelar yang dicapainya,
sesungguhnya kehidupannya tidaklah indah kecuali dengan keberadaan
anak-anak lelaki dan perempuan.
Saya pernah mendengar bahwa sesungguhnya ada seorang
perempuan yang telah menempuh studinya dan berjenjang meraih berbagai
gelar sampai dia meraih yang tertinggi. Dan ujung-ujungnya dia berkata:
“Ambillah seluruh gelar saya ini dan berikanlah anak untuk saya agar
saya bisa bermain-main dengan mereka.”
Sesungguhnya Allah telah menciptakan para perempuan
agar mereka menjadi ibu yang mendidik dan pengasuh yang handal. Apabila
dia keluar dan meninggalkan tugas ini, niscaya dia akan menyesal setelah
itu dan menginginkannya setelah hilang ditelan waktu dan berlalunya
masa muda. Fallaahul musta’aan.
Peringatan ketiga: Meninggalkan
rumah tanpa penjaga yang amanah dan pengatur yang bijak yang dapat
mendatangkan kebaikan kepadanya dan keluarganya serta membentengi dari
kerusakan.
Allahu Subhanahu telah memerintahkan para
perempuan untuk tetap tinggal di rumah-rumah. Dan seorang istri tidaklah
menjadi tempat berlabuh bagi suaminya melainkan jika dia tetap tinggal
di rumah, mendidik anak-anak, memelihara rumah mengatur segala urusan
rumah dan mempersiapkan kebutuhan suami di dalamnya.
Peringatan keempat: Bahwa yang
demikian adalah bertentangan dengan fitrah dan kodrat yang telah
ditetapkan oleh Allah kepada para wanita dengan hikmah yang
diketahui-Nya. Secara fisik perempuan telah disiapkan untuk tinggal di
rumah dan di dalam lingkungan rumah tangga. Jika dia mengeluarkan
dirinya dari lingkungan ini, maka dia bermaksiat kepada Penciptanya dan
durhaka kepada masyarakatnya.
Jadilah dia menyimpang dengan berpaling dari perintah yang karenanya dia diciptakan. Oleh sebab itu, terdapat di dalam hadits:
((لَعَنَ اللهُ المُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ، وَالمُخَنِّثِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ))
Artinya: “Allah melaknat kaum perempuan yang menyerupai lelaki dan kaum lelaki yang menyerupai perempuan.”
Sebab masing-masing mereka telah keluar dari fitrah
yang telah ditetapkan dan ingin menetapkan fitrahnya sendiri tanpa
sesuai dengan yang telah Allah tetapkan kepadanya
Terakhir, sesungguhnya barangsiapa yang menghalangi
anak perempuannya dari pernikahan syar’i, maka dia telah berbuat
kejahatan yang besar kepadanya dan menjerumuskannya ke dalam perbuatan
keji serta mengharamkannya mendapatkan indahnya suami, rumah tangga dan
anak-anak.
Dan tidaklah dia menanti melainkan kemurkaan dari Allah dan kerendahan di dunia atau di akherat atau kedua-duanya. Wabillahit-taufiq. Selesai.
Abu Abdillah Muhammad Yahya
20 Dzulqa’dah 1428 H/29 November 2007M
Nijamiyah-Shamithah-Jazan
KSA
20 Dzulqa’dah 1428 H/29 November 2007M
Nijamiyah-Shamithah-Jazan
KSA
___________
(۱)ديث أبي قتادة أخرجه البخاري في سترة المصلي، باب:
إِذَا حمل جارية صغيرة على عنقه رقم الحديث (٥١٦)، وأخرجه في الأدب رقم
(٥۹۹٦)، وأخرجه مسلم في المساجد، باب: جواز حمل الصبيان في الصلاة. رقم
(٥٤٣)، وأخرجه مالك أيضاً في الموطأ، باب: جامع الصلاة (1/170)، وأبو داود
في الصلاة، باب: العمل في الصلاة (٩١٧)، والنسائي في المساجد باب : إدخال
الصبيان في المساجد.
(۲)صحيح الجامع الصغير وزياداته رقم (٦٣٦٤).
Sumber: http://www.darussalaf.org/stories.php?id=1015di copy dari : http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/membantah-feminis/kasih-sayang-islam-kepada-kaum-perempuan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar